Desakan Pembebasan Ibu Menyusui: Dugaan Pelanggaran Konstitusi oleh Polres Jakarta Pusat

Berita Terbaru di MEDSOS

Welcome di www.harianpopuler.com Kontributor Liputan Artikel,Berita,Video kirim CP/HP : 0838 4370 0286.
PT.Marketindo Selaras di Laporkan di Kejati Sultra Oleh KeTum HMI MPO Konawe Selatan (Konsel). Dengan Dugaan Penyerobotan Lahan.., Berlubang,Hancur Dan Rusak Parah Jalan Poros di Desa Awuliti, Desa Meraka Lambuya Kab.Konawe www.harianpopuler.com

Desakan Pembebasan Ibu Menyusui: Dugaan Pelanggaran Konstitusi oleh Polres Jakarta Pusat

Selasa, 05 Agustus 2025, Agustus 05, 2025

Desakan Pembebasan Ibu Menyusui: Dugaan Pelanggaran Konstitusi oleh Polres Jakarta Pusat

Jakarta, 5 Agustus 2025 – Ketua Komite Tetap Advokasi dan Perlindungan Hukum Perempuan dan Anak pada Unit Pemberdayaan Perempuan dan Anak – Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Jurika Fratiwi, S.H., S.E., M.M., menyampaikan keprihatinan mendalam atas tindakan Polres Jakarta Pusat yang menahan seorang ibu menyusui bersama bayinya yang masih berusia 9 bulan.

Pernyataan tersebut disampaikan Jurika kepada media usai melakukan kunjungan langsung ke Markas Polres Jakarta Pusat, pada Selasa, 4 Agustus 2025.

Sebagaimana diketahui, seorang ibu asal Sumedang, Jawa Barat, bernama Rina (sebelumnya diberitakan sebagai Rini – red), ditahan atas dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan, berdasarkan laporan dari pihak pelapor yang berkaitan dengan transaksi jual beli kendaraan bermotor. Namun menurut Jurika, perkara tersebut sejatinya merupakan bentuk wanprestasi atau ketidaksesuaian atas kesepakatan transaksi yang bersifat perdata, bukan pidana murni.

Dalam pantauannya, Jurika menyatakan bahwa pihak Polres mengaku telah menyediakan ruang khusus menyusui bagi ibu dan anak. Namun, berdasarkan fakta lapangan, ruang tahanan yang digunakan tetap tidak layak secara medis dan psikologis untuk bayi.

Lanjut Baca Lagi Penguatan Literasi 👇
Artikel Berita Terkait

“Bayi mengalami demam dan muntah-muntah akibat kondisi lingkungan yang tidak manusiawi. Ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan terhadap anak dan perempuan, serta mengabaikan hak bayi atas pemberian ASI eksklusif,” tegas Jurika.

Potensi Pelanggaran Hukum dan Konstitusi
Jurika menambahkan bahwa tindakan aparat penegak hukum tersebut patut diduga melanggar sejumlah ketentuan hukum, antara lain:

Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan: "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi."

Pasal 16 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa: "Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari perlakuan tidak manusiawi."

PP No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, yang menegaskan hak ibu untuk menyusui serta hak anak untuk memperoleh ASI eksklusif.

Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2022, yang menyatakan bahwa penahanan harus merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) dan dapat dihindari jika terdapat alternatif seperti keadilan restoratif.

“Terlebih, yang bersangkutan telah menunjukkan iktikad baik dengan mencicil sejumlah pembayaran. Penggunaan dana untuk kebutuhan pribadi tidak serta-merta menunjukkan adanya niat jahat (mens rea), sehingga penerapan pasal penggelapan dalam hal ini masih patut diperdebatkan,” jelasnya.

Permohonan Penangguhan Penahanan
Atas dasar pertimbangan kemanusiaan dan hukum, Jurika Fratiwi mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan resmi kepada Kapolres Jakarta Pusat untuk menangguhkan penahanan terhadap Rina dan bayinya.

 “Sebagai Ketua Komite Tetap Advokasi dan Perlindungan Hukum Perempuan dan Anak KADIN Indonesia, saya telah secara resmi mengirimkan surat permohonan penangguhan penahanan. Kami mendesak agar Ibu Rina dan bayinya segera dibebaskan dari ruang tahanan,” ujarnya.

Kritik Terhadap Komitmen Humanis Polri
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, turut mengkritisi langkah Polres Jakarta Pusat. Menurutnya, tindakan ini mencerminkan lemahnya komitmen Polri terhadap prinsip polisi humanis dan program Presisi.

“Tagline seperti ‘Polri untuk Masyarakat’ nyatanya hanya menjadi pemanis belaka. Kenyataannya, aparat masih jauh dari nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan,” ujar Wilson, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012.

Ia bahkan menyindir tajam bahwa semboyan yang lebih sesuai dengan praktik di lapangan adalah “Hepeng mangotor nagara on”, yang berarti segala urusan hanya berjalan bila tersedia ua*g tunai.

(TIM/Red) 


Lanjut Baca Lagi Penguatan Literasi 

TerPopuler