![]() |
Kendari, 14 Juli 2025 — Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara mendesak Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean C Kendari untuk segera mencabut izin operasional Kawasan Berikat Morosi yang dikelola oleh PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI). Desakan ini dilayangkan menyusul temuan dan bukti yang dianggap kuat mengenai dugaan pelanggaran terhadap ketentuan Kawasan Berikat oleh pihak manajemen perusahaan tersebut.
Ketua Ampuh Sultra, Hendro Nilopo, mengungkapkan bahwa PT. VDNI diduga secara berulang melakukan pengeluaran barang dari Kawasan Berikat Morosi tanpa dokumen resmi yang dipersyaratkan, seperti dokumen BC 4.1 dan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang–Tempat Penimbunan Berikat (SPPB–TPB). Praktik ini, menurutnya, telah berlangsung selama kurang lebih tiga tahun.
“Berdasarkan penelusuran kami, aktivitas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat Morosi tanpa kelengkapan dokumen resmi tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap regulasi yang berlaku,” ujar Hendro kepada media, Senin (14/7/2025).
Ia menegaskan bahwa kewajiban melengkapi dokumen resmi dalam setiap pengeluaran barang dari dan ke dalam Kawasan Berikat telah diatur secara tegas dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.04/2021 yang merupakan perubahan atas PMK Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat. Dalam Pasal 27 ayat (1) disebutkan bahwa pengeluaran barang dari Kawasan Berikat hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pejabat Bea dan Cukai dan/atau Surat Keputusan Pengeluaran (SKP). Ayat (2) dari pasal yang sama menyatakan bahwa pihak penyelenggara atau pengusaha Kawasan Berikat yang melakukan pengeluaran barang tanpa persetujuan akan dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk pembekuan izin Kawasan Berikat.
Lebih lanjut, Hendro menyatakan bahwa dugaan pengeluaran barang ilegal oleh PT. VDNI meliputi komoditas seperti limbah besi, kabel, dan ban. Aktivitas tersebut, menurutnya, sudah memenuhi unsur pelanggaran berat yang layak dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin Kawasan Berikat, bukan sekadar pembekuan.
“Jika mengacu pada regulasi yang berlaku, praktik yang dilakukan oleh PT. VDNI dalam pengelolaan Kawasan Berikat Morosi ini sudah memenuhi kriteria untuk dicabut izinnya, bukan hanya dibekukan sementara,” tegas mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta, tersebut.
Hendro juga mengungkapkan bahwa sebelumnya, izin Kawasan Berikat Morosi pernah dibekukan oleh pihak KPPBC TMP C Kendari akibat dugaan pelanggaran serupa. Oleh karena itu, ia menilai tindakan pembekuan kembali tidak akan cukup memberikan efek jera.
“Fakta bahwa kawasan ini pernah dibekukan sebelumnya menunjukkan bahwa sanksi sebelumnya tidak efektif. Maka dari itu, langkah selanjutnya haruslah pencabutan izin operasional secara permanen, dan PT. VDNI harus bertanggung jawab atas barang-barang yang dikeluarkan tanpa dokumen resmi,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Hendro yang juga merupakan pengurus DPP KNPI, menekankan pentingnya profesionalisme KPPBC TMP C Kendari sebagai perpanjangan tangan dari Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam menegakkan hukum dan peraturan yang berlaku.
“Kami mendesak agar KPPBC TMP C Kendari tidak hanya memberikan sanksi administratif, tetapi juga bertindak tegas sesuai kewenangan. Dugaan pelanggaran ini tidak bisa lagi ditoleransi,” pungkasnya.
Ampuh Sultra memastikan akan terus mengawal proses penegakan hukum terhadap PT. VDNI hingga tercapainya keadilan dan kepastian hukum dalam pengelolaan Kawasan Berikat Morosi.