HP21N Desak Kejaksaan Agung Periksa Anak dan Istri Gubernur Sultra Terkait Dugaan Tambang Ilegal di Pulau Kabaena

Berita Terbaru di MEDSOS

Welcome di www.harianpopuler.com Kontributor Liputan Artikel,Berita,Video kirim CP/HP : 0838 4370 0286.
PT.Marketindo Selaras di Laporkan di Kejati Sultra Oleh KeTum HMI MPO Konawe Selatan (Konsel). Dengan Dugaan Penyerobotan Lahan.., Berlubang,Hancur Dan Rusak Parah Jalan Poros di Desa Awuliti, Desa Meraka Lambuya Kab.Konawe www.harianpopuler.com

HP21N Desak Kejaksaan Agung Periksa Anak dan Istri Gubernur Sultra Terkait Dugaan Tambang Ilegal di Pulau Kabaena

Selasa, 22 Juli 2025, Juli 22, 2025

HP21N Desak Kejaksaan Agung Periksa Anak dan Istri Gubernur Sultra Terkait Dugaan Tambang Ilegal di Pulau Kabaena


harianpopuler.com - Jakarta, 22 Juli 2025 — Himpunan Pemuda 21 Nusantara (HP21N) kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Kejaksaan Agung Republik Indonesia, menuntut aparat penegak hukum segera memeriksa anak dan istri Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Andi Sumangerukka. Aksi ini merupakan kali ketiga yang dilakukan HP21N dengan tuntutan serupa, yakni mendesak pengusutan dugaan keterlibatan keluarga Gubernur dalam aktivitas pertambangan ilegal dan perusakan lingkungan di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana.


Ketua Umum HP21N, Arnol Ibnu Rasyid, dalam pernyataan resminya menyebut dua anggota keluarga Gubernur, berinisial AN dan ANH, sebagai pihak yang diduga menjadi aktor utama di balik kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tambang nikel yang dilakukan oleh PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS). Perusahaan tersebut diketahui beroperasi di wilayah pesisir serta kawasan hutan lindung Pulau Kabaena yang saat ini mengalami kerusakan lingkungan yang masif.


“Ini merupakan kejahatan lingkungan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan melibatkan aktor-aktor elit kekuasaan. Sudah tiga kali kami mengajukan tuntutan ini ke Kejaksaan Agung, namun hingga kini belum ada langkah hukum yang nyata,” ujar Arnol dalam konferensi pers di sela aksi.


Menurut hasil investigasi internal HP21N, PT TMS diduga telah membuka kawasan hutan lindung seluas 147 hektare tanpa mengantongi izin lingkungan yang sah. Aktivitas pertambangan juga dituding menyebabkan pencemaran ekosistem laut yang berdampak langsung terhadap masyarakat pesisir.


“Kami memiliki data lapangan yang menunjukkan kerusakan ekologis secara nyata. Masalah ini bukan hanya soal administrasi perizinan, tapi menyangkut keberlangsungan ekosistem pulau kecil yang secara hukum dilindungi,” tegas Arnol.


HP21N juga menilai bahwa aparat penegak hukum di Sulawesi Tenggara, baik di tingkat Kejaksaan Tinggi maupun Kepolisian Daerah, belum menunjukkan komitmen serius dalam menangani persoalan ini.


“Kami melihat bahwa APH di daerah gagal menegakkan hukum secara independen. Ketika pelapornya adalah rakyat biasa dan terlapor memiliki kedekatan dengan kekuasaan, hukum seolah lumpuh,” ujarnya.


Menanggapi pergantian Kepala Kejaksaan Tinggi Sultra yang baru-baru ini dilantik, Arnol menantang pejabat baru tersebut untuk membuktikan integritasnya dengan membuka kembali penyelidikan terhadap PT TMS.


“Kami tidak ingin ada impunitas hukum hanya karena pelakunya diduga berasal dari lingkar kekuasaan. Kepala Kejati yang baru harus menunjukkan bahwa dirinya bukan bagian dari kompromi,” katanya tegas.


HP21N turut menyoroti pelanggaran terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023, yang secara tegas melarang aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Meski demikian, PT TMS disebut tetap menjalankan operasinya secara aktif.


“Putusan MK itu final dan mengikat, namun PT TMS tetap beroperasi. Ini merupakan bentuk pembangkangan terhadap supremasi hukum negara,” ujar Arnol.


Selain pelanggaran lingkungan, HP21N juga menyoroti lonjakan kekayaan Gubernur Sultra, yang dinilai tidak sebanding dengan rekam jejak jabatan sebelumnya sebagai mantan Panglima Kodam XIV/Hasanuddin.


“Pertumbuhan kekayaan secara drastis ini patut dicurigai dan perlu menjadi perhatian serius dari aparat penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tambahnya.


Terkait munculnya dua kubu pengusaha yang saling mengklaim kepemilikan PT TMS, Arnol menegaskan bahwa hal tersebut bukan menjadi fokus utama HP21N. Baginya, siapapun pemilik sah perusahaan, tanggung jawab hukum tetap melekat pada badan hukum korporasi.


“Konflik internal perusahaan jangan dijadikan pengalihan isu. Kerusakan lingkungan adalah tanggung jawab korporasi, bukan soal siapa yang lebih berhak atas saham,” tandasnya.


Sebagai bentuk tekanan lanjutan, HP21N menyatakan akan mengonsolidasikan aksi skala nasional bersama jaringan organisasi lingkungan dan masyarakat sipil jika tuntutan mereka kembali diabaikan.


“Ini bukan sekadar persoalan tambang, tetapi menyangkut keadilan ekologis, penegakan hukum, dan keselamatan ruang hidup masyarakat Pulau Kabaena. Jika diperlukan, kami siap menggerakkan aksi secara nasional,” tutup Arnol.



SLV - Red-JsM/Hp


TerPopuler