Jakarta, – Himpunan Pemuda 21 Nusantara (Hp21Nusantara) kembali mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) dalam aktivitas pertambangan di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Aksi demonstrasi digelar di depan Gedung Kejagung RI, Kamis (21/8/2025). Dalam aksinya, massa menuding PT TMS bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga berada dalam lingkaran kepentingan politik sejumlah elite daerah.
Menurut Hp21Nusantara, PT TMS diduga memiliki keterkaitan erat dengan keluarga Gubernur Sulawesi Tenggara yang juga menjabat sebagai Dewan Pembina Partai Gerindra Sultra. Nama sejumlah anggota keluarga gubernur, termasuk istri, anak, hingga kerabat dekatnya yang berinisial AAA (saat ini menjabat Ketua DPD Partai Gerindra Sultra), disebut dalam dugaan keterlibatan tersebut. Aktivis menilai faktor politik inilah yang menyebabkan proses penegakan hukum terhadap PT TMS terkesan mandek.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), PT TMS diduga merambah kawasan hutan lindung seluas 147 hektare tanpa izin kehutanan resmi. Kerugian negara akibat kerusakan lingkungan diperkirakan mencapai Rp9 triliun. Meski laporan resmi telah disampaikan ke Kejagung sejak pekan lalu, hingga kini belum ada tindak lanjut yang signifikan.
Ketua Umum Hp21Nusantara, Arnol Ibnu Rasyid, menegaskan bahwa pihaknya menolak praktik impunitas bagi aktor politik lokal yang diduga menjadi dalang kejahatan ekologis di Pulau Kabaena.
“Kejagung tidak boleh berdiam diri. Penegakan hukum jangan hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Gubernur dan kroninya harus diperiksa, karena dugaan keterlibatan mereka sudah terlalu jelas untuk diabaikan,” tegas Arnol dalam keterangan pers.
Arnol juga menyinggung kunjungan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) ke Kabupaten Bombana beberapa waktu lalu. Ia menilai langkah tersebut lebih bersifat seremonial ketimbang menghadirkan tindakan nyata.
“Yang terjadi justru penindakan pada pelanggaran-pelanggaran kecil, sementara kejahatan besar yang merusak Pulau Kabaena seolah dibiarkan. Ini bentuk pembiaran yang tidak dapat diterima,” tambahnya.
Hp21Nusantara menilai kasus PT TMS menjadi ujian serius bagi komitmen Kejaksaan Agung maupun Satgas PKH dalam menegakkan hukum lingkungan. Mereka menegaskan bahwa penindakan tidak boleh berhenti pada operator lapangan, melainkan juga menyasar pemilik modal serta aktor politik yang berada di balik operasi pertambangan tersebut.
Aksi yang digelar di depan Kejagung ini disebut sebagai bagian dari rangkaian tekanan publik terhadap aparat penegak hukum. Hp21Nusantara berjanji akan terus melakukan aksi hingga pemerintah mengambil langkah nyata.
“Kami akan terus turun ke jalan. Pulau Kabaena adalah rumah hidup masyarakat, bukan bancakan elite politik. Jika negara abai, maka rakyat akan terus bersuara,” pungkas Arnol.
(SlV-R3D).