Harianpopuler.com - KENDARI – Kasus dugaan penipuan dan penyalahgunaan data penjaminan kesehatan oleh pihak Rumah Sakit (RS) Hermina Kendari mencuat setelah salah satu pasien mengaku dirugikan. Persoalan ini kini tengah diproses melalui jalur hukum dan mendapat perhatian publik.
Ahmad Ariansyah, suami dari pasien bernama Yayuk Sapta Bella, menyatakan kekecewaannya atas dugaan manipulasi data oleh pihak rumah sakit. Ia menilai RS Hermina Kendari berupaya memanfaatkan data pasien untuk kepentingan klaim ke BPJS Kesehatan, padahal dirinya telah membayar biaya perawatan secara mandiri dengan status pasien umum.
Lanjut Baca Lagi Penguatan Literasi 👇
Terkait Dugaan Mal Praktek Medis RS Hermina, Kadinkes Sultra Dugaan Main Mata (Bungkam)
“Saya sudah membayar Rp20.273.000 untuk biaya operasi sesar serta perawatan istri dan anak kembar saya. Namun, di dalam kwitansi, penjamin justru tercatat BPJS Kesehatan. Setelah saya konfirmasi ke pihak BPJS, ternyata RS Hermina berusaha melakukan klaim dengan nilai yang sama seperti yang saya bayarkan,” ungkap Ahmad, Sabtu (23/8/2025).
Kronologi Kejadian
23 Juli 2025: Istri Ahmad diperiksa di klinik dr. Indah dan direkomendasikan menjalani operasi sesar di RS Hermina Kendari.
24 Juli 2025: Pasien masuk RS Hermina dengan rencana menggunakan BPJS, namun kemudian memilih jalur umum dan membayar paket operasi serta perawatan sebesar Rp17,4 juta.
26 Juli 2025: Operasi sesar dilaksanakan, melahirkan bayi kembar prematur yang harus dirawat di inkubator.
30 Juli 2025: Istri Ahmad diperbolehkan pulang, sementara kedua bayi masih dirawat. Ahmad diminta melunasi biaya tambahan hingga total Rp20,273 juta. Namun, kwitansi resmi belum diberikan.
31 Juli 2025: Kwitansi dikirim melalui WhatsApp, tetapi tercantum penjamin adalah BPJS Kesehatan.
6 Agustus 2025: Ahmad melapor ke BPJS Kesehatan Kendari. Pihak BPJS membenarkan adanya upaya klaim dari RS Hermina sebesar Rp21,923 juta. Berkat laporan tersebut, klaim berhasil diblokir.
8 Agustus 2025: Mediasi digelar antara BPJS, RS Hermina, dan Ahmad. RS Hermina mengakui adanya kesalahan administrasi dan menyampaikan permohonan maaf. Namun, Ahmad menolak karena pada 3 Agustus salah satu bayi kembarnya meninggal dunia.
Tragedi semakin bertambah ketika bayi kembar kedua yang masih dirawat di inkubator meninggal dunia beberapa hari kemudian.
Upaya Hukum dan Tuntutan Publik
Atas kejadian tersebut, Ahmad menegaskan akan menempuh jalur hukum agar kasus ini diusut tuntas. Ia menilai dugaan penyalahgunaan data pasien tidak boleh dibiarkan karena dapat merugikan masyarakat luas.
Selain itu, Ahmad bersama sejumlah aktivis dan organisasi masyarakat berencana menggelar aksi unjuk rasa untuk menuntut pertanggungjawaban RS Hermina Kendari serta mendesak BPJS Kesehatan melakukan pengawasan lebih ketat terhadap praktik rumah sakit.
“Kami ingin kasus ini dibuka seterang-terangnya. Jangan sampai musibah keluarga saya dijadikan peluang mencari keuntungan dengan cara yang tidak benar,” tegas Ahmad.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak RS Hermina Kendari belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan yang disampaikan Ahmad Ariansyah.

