Kerupuk, Tawa, dan Filosofi Hidup di Balik Tali Merah -->

Berita Terbaru di MEDSOS

Welcome di www.harianpopuler.com Kontributor Liputan Artikel,Berita,Video kirim CP/HP : 0838 4370 0286.
PT.Marketindo Selaras di Laporkan di Kejati Sultra Oleh KeTum HMI MPO Konawe Selatan (Konsel). Dengan Dugaan Penyerobotan Lahan.., Berlubang,Hancur Dan Rusak Parah Jalan Poros di Desa Awuliti, Desa Meraka Lambuya Kab.Konawe. KPK Resmi Menahan Bupati Kolaka Timur (Abdul Azis). Terkait Dugaan Suap Proyek RSUD, Beserta 4 Lainnya www.harianpopuler.com

Kerupuk, Tawa, dan Filosofi Hidup di Balik Tali Merah

Senin, 25 Agustus 2025, Agustus 25, 2025

Kerupuk, Tawa, dan Filosofi Hidup di Balik Tali Merah


Lomba makan kerupuk memang selalu jadi juara kalau soal bikin orang tertawa. Lihat saja di foto ini: anak-anak sampai bapak-bapak rela ketawa ketiwi demi sepotong kerupuk yang bergoyang-goyang. Yang biasanya makan kerupuk tinggal hap, langsung krispy di mulut, kali ini malah butuh strategi, kesabaran, bahkan kadang doa singkat: “Ya Tuhan, jangan sampai kerupuk ini kabur ditiup angin.”


Ada peserta yang gayanya kayak ninja, sekali terkam langsung “krek!” setengah kerupuk lenyap. Ada juga yang santai, gigitnya pelan-pelan kayak lagi dinner romantis,sayangnya pasangannya cuma seutas tali. Sementara itu, ada yang malah kesulitan karena kerupuknya lebih pintar goyang kiri-kanan, bikin mulut nyaris keseleo.


Tapi justru di situlah lucunya. Penonton tertawa sampai perut sakit, teriak-teriak kasih semangat, padahal kalau disuruh gantian mereka sendiri mungkin lebih lama dari yang di lomba. Kerupuk seolah mengajarkan kita satu hal penting: kadang sesuatu yang terlihat gampang, justru bikin kita paling kewalahan.


Dan di balik tawa itu, ada filosofi kecil yang bisa dipetik. Hidup ini mirip lomba makan kerupuk. Target kadang kelihatan dekat, tapi perlu kesabaran untuk benar-benar mencapainya. Jangan buru-buru, jangan minder, nikmati prosesnya, karena kemenangan sejati bukan cuma siapa yang selesai duluan, tapi siapa yang bisa tetap tersenyum meski mulut belepotan remah kerupuk.


Akhirnya, lomba makan kerupuk bukan sekadar tradisi Agustusan. Ia adalah cara sederhana bangsa ini mengingatkan kita: bahagia itu murah, seringkali cuma butuh seutas tali, sepotong kerupuk, dan tawa yang tulus bersama orang-orang tercinta.


JsM/Hp

TerPopuler