Harianpopuler.com - KENDARI – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Sulawesi Tenggara mengecam keras tindakan pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat di muka umum, jelang pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Produk Hukum Daerah (PHD) 2025 yang akan berlangsung pada 26–28 Agustus 2025 di Kota Kendari.
Gubernur LIRA Sultra, Jefri Rembasa, mengungkapkan kekecewaannya atas adanya dugaan upaya boikot terhadap penyediaan fasilitas sound system, yang biasa digunakan mahasiswa maupun masyarakat dalam menyampaikan aspirasi secara terbuka.
“Banyak hal yang ingin disampaikan masyarakat dan mahasiswa dalam momentum Rakornas PHD ini, khususnya mengenai ketimpangan yang terjadi di Sultra. Namun, pemerintah daerah yang diduga bekerja sama dengan aparat kepolisian justru melakukan pembungkaman. Kami mengecam keras tindakan tersebut,” tegas Jefri, Selasa (26/8/2025).
Ia menilai seharusnya pemerintah memberikan ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, terlebih pada momentum Rakornas PHD yang menjadi ajang memperkenalkan potensi daerah.
“Masyarakat Sultra ingin menyampaikan langsung kepada para kepala daerah se-Indonesia bahwa provinsi ini memiliki potensi besar di sektor pariwisata, perkebunan, pertambangan, dan hasil bumi lainnya. Dengan demikian, kerja sama dan investasi bisa terjalin, serta berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi daerah,” tambahnya.
Namun, menurut Jefri, upaya pengamanan dan pembatasan penggunaan sound system justru dianggap sebagai bentuk nyata pembungkaman suara rakyat. Ia menilai langkah tersebut bertentangan dengan semangat demokrasi dan mencederai cita-cita Asta Cita dari Presiden Prabowo Subianto.
“Kami sebenarnya merencanakan aksi damai untuk menyampaikan pendapat terkait hadirnya para kepala daerah di Sultra. Tujuan kami jelas, yakni agar mereka mengetahui potensi kerja sama yang bisa dibangun. Sayangnya, beberapa titik penyedia jasa sound system sudah tidak tersedia, bahkan informasinya telah diamankan oleh pihak tertentu. Ini adalah bentuk pembungkaman,” jelasnya.
DPW LIRA Sultra juga menegaskan, apabila kehadiran para kepala daerah di Sultra tidak menghasilkan kerja sama konkret seperti memorandum of understanding (MoU), maka pelaksanaan Rakornas PHD hanya akan menjadi seremonial tanpa dampak fiskal yang signifikan bagi daerah.
“Dengan adanya pembungkaman ini, saya menyebut kondisi Sultra saat ini sebagai ‘Sultra Gelap’ di bawah kepemimpinan Gubernur Andi Sumangerukka,” pungkas Jefri.
